Kamis, 26 Januari 2017

Artikel Pembelajaran Matematika

Pendekatan Kontekstual Pada Materi Persamaan Garis Lurus Sebagai Implementasi Teori Belajar Brunner Dan Piaget Berbantuan Geogebra
ABSTRAK
Persamaan garis lurus merupakan salah satu materi yang dipelajari siswa SMP kelas VII. Dalam persamaan garis lurus hal yang dipelajari adalah bagaimana menentukan gradien suatu garis, menyusun persamaan suatu garis dengan satu atau dua titik yang diketahui, menentukan hubungan garis-garis yang sejajar dan tegak lurus satu sama lain. Dalam mempelajari ini, siswa mengalami kesulitan dalam memberikan makna terhadap gradien dan konstanta suatu garis lurus. Hal ini bisa dipahami karena memang sebelumnya persamaan garis hanya diajarkan secara analitik, pendekatan visual masih belum digunakan secara optimal dalam pembelajaran materi ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka akan dioptimalkan dalam pendeketan visual dalam pengajaran persamaan garis lurus dengan menerapkan pendekatan kontekstual hal ini dikarenakan pada tahapan matematisasi horizontal yang menggunakan pendekatan pembeajaran kontekstual keberadaan multimedia (pendekatan visual) berperan penting. Dalam penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada materi persamaan garis lurus ditinjau dari teori belajar brunner yaitu apabila ditinjau dari teori belajar bruner pendekatan pembelajaran kontekstual telah cocok diterapkan pada materi persamaan garis lurus karena langkah – langkah pembelajaran pada pendekatan kontekstual telah sesuai dengan tahapan belajar yang dikemukakan oleh Bruner.


PENDAHULUAN
Menurut Russeffendi, matematika masih dipandang sebagai salah satu bidang studi yang sulit dan anggapan bahwa matematika tidak disenangi atau bahkan paling dibenci, masih saja melekat pada kebanyakan siswa yang memperlajarinya. Bahkan siswa pun berpendapat bahwa pelajaran matematika membosankan, tidak menarik, bahkan penuh misteri, sehingga berujung pada hasil belajar matematika yang rendah. Hasil belajar matematika yang rendah bukan saja terjadi pada kelas-kelas biasa, tetapi juga pada kelas unggulan. Kemungkinan hal ini disebabkan kurang bervariasinya situasi pembelajaran. Pembelajaran yang monoton menerapkan suatu model yang akan mengurangi minat belajar siswa. Kurangnya minat belajar ini pun akan berpengaruh pada tingkat ketuntasan siswa dalam menguasai materi yang dipelajari. Karena sifat matematika yang hierarkis, penguasaan suatu konsep yang tidak tuntas ini secara keseluruhan akan menimbulkan masalah yang semakin besar. Jika siswa gagal dalam konsep tertentu, mungkin bukan karena konsep tersebut sulit, melainkan karena ia tidak menguasai konsep yang mendasarinya.
Menurut Jurnal Pendidikan Indonesia, siswa mengalami kesulitan dalam memberikan makna terhadap gradien dan konstanta suatu garis lurus. Hal ini bisa dipahami karena memang sebelumnya persamaan garis hanya diajarkan secara analitik, pendekatan visual masih belum digunakan secara optimal dalam pembelajaran materi ini. Banyak ahli media mengemukakan perlu adanya pemilihan media yang tepat sebagai bahan penyalur pesan dalam proses pembelajaran. Bahkan diyakini bahwa media audio visual sangat baik digunakan untuk membantu proses komunikasi di kelas.
Marpaung dalam artikel pembelajaran matematika mengatakan, bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah adalah sebuah proses matematisasi yang terdiri dari dua proses, yakni matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal adalah sebuah proses mentransfer dunia siswa kedalam dunia matematika. Dalam prakteknya, guru menggunakan pendekatan pembelajaan kontekstual dimana guru mengawali pembelajaran dari masalah-masalah kontekstual, untuk kemudian melakukan formalisasi matematis. Sedangkan matematisasi vertikal adalah sebuah proses pembelajaran matematika formal. Artinya, setelah melalui proses formalisasi, maka penyelesaian persoalan matematika selanjutnya menggunakan pendekatan formal. Dalam prakteknya, guru mengajak siswa untuk menyelesaikan persoalan melalui pendekatan formal. Pada tahapan matematisasi horizontal inilah keberadaan multimedia berperan penting.
Berdasarkan penjelasan diatas, pada permasalahan persamaan garis lurus pendekatan yang akan dipakai adalah pendekatan kontekstual hal ini dikarenakan pendekatan ini akan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep persamaan garis lurus dan akan dikaitkan berdasarkan teori brunner agar pendekatan yang diberikan lebih mudah diberikan kepada siswa.
MATERI GRAFIK PERSAMAAN GARIS LURUS
          Ø   Gradien Persamaan garis lurus
Dari gambar diatas memuat beberapa garis lurus yang melalui titik pangkal koordinat. Jika kita perhatikan garis-garis tersebut mempunyai kemiringan atau kecondongan. Kemiringan dari suatu garis lurus disebut gradien dari garis lurus tersebut. Bagaimanakah cara menentukan gradien suatu garis lurus?
         Ø   Menentukan Gradien Lurus
a)   Menghitung Gradien pada Persamaan Garis y = mx.
               Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, gradien suatu garis dapat ditentukan melalui perbandingan antara ordinat dan absis sehingga dapat ditulis sebagai berikut.

                Dari uraian ini terlihat bahwa nilai gradien dalam suatu persamaan garis sama dengan besar nilai konstanta m yang terletak di depan variabel x, dengan syarat, persamaan garis tersebut diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk y = mx. 
b)   Menghitung Gradien pada Persamaan Garis y = mx + c
Sama halnya dengan perhitungan gradien pada persamaan garis y = mx, perhitungan gradien pada garis y = mx + c dilakukan dengan cara menentukan nilai konstanta di depan variabel x.
c)    Menghitung Gradien pada Persamaan Garis ax + by + c = 0
Sama seperti sebelumnya, gradien pada persamaan garis ax + by + c = 0 dapat ditentukan dengan cara mengubah terlebih dahulu persamaan garis tersebut ke dalam bentuk y = mx + c. Kemudian, nilai gradien diperoleh dari nilai konstanta m di depan variabel x.

d)   Menghitung Gradien pada Garis yang Melalui Dua Titik

     Coba kamu perhatikan Gambar 3.5 berikut.
           Gambar 3.5 menunjukkan tiga buah segitiga ABC, DEF, dan GHI yang memiliki sisi miring dengan tingkat kemiringan atau gradien yang berbeda-beda. Dengan menggunakan perbandingan ordinat dan absis, gradien untuk masing-masing segitiga dapat dihitung.  
           Ø   Sifat-Sifat Gradien
PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Trianto menyatakan bahwa Pendekatan Kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran yang diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
                1. Proses belajar
·      Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan di benak mereka sendiri.
·      Anak belajar dari pengalaman. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
·      Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang suatu persoalan.
·      Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
·      Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
·      Siswa perlu dibiaskan menyelesaikan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
·      Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.
               2. Transfer Belajar
·      Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
·      Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit).
·      Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
               3. Siswa sebagai pelaku belajar
·      Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal yang baru.
·      Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
·      Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
·      Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
                4.  Pentingnya lingkungan belajar
·      Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
·      Pembelajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
·      Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
·      Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
           Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai
            berikut :
                     1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
                   cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri 

                          pengetahuan dan keterampilan barunya.
                     2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
                      3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
                      4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
                      5. Hadirkan semua model sebagai contoh pembelajaran.
                      6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
                      7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
TEORI-TEORI BELAJAR
a.    Teori Belajar BRUNER
Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase yakni ;
1) Informasi
2) Transformasi
3) Evaluasi (pengkajian pengetahuan).
Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap. Transformasi, informasi itu harus dianalisis diubah atau ditransformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
Evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu bisa dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain. Dalam proses belajar, ketiga fase tersebut selalu ada. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi yang diperlukan agar dapat ditransformasikan. Lama tiap episode tidak selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri.
Teori belajar bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan, yakni:
1) Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
2) Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep.
3) Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai pemahaman.
Bruner berpendapat bahwa pengajaran dapat dianggap sebagai;
a)    hakikat seseorang sebagai pengenal
b)   hakekat dari pengetahuan, dan
c)    hakekat dari proses mendapatkan pengetahuan.
Manusia sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk lain memiliki dua kekuatan yakni akal pikirannya dan kemampuan berbahasa. Dengan dua kemampuan tersebut maka manusia dapat mengembangkan kemampuan yang ada padanya. Dorongan dan hasrat ingin mengenal dan mengetahui dunia dan lingkungan alamnya menyebabkan manusia mempunyai kebudayaan dalam bentuk konsepsi, gagasan, pengetahuan, maupun karya-karyanya. Kemampuan yang ada dalam dirinya mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang telah dimilikinya. Kondisi dan karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar dalam mengembangkan proses pengajaran. Dengan demikian guru harus memandang siswa sebagai individu yang aktif dan memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan dan dunianya bukan semata-mata makhluk pasif menerima apa adanya.
     b.      Teori Belajar Piaget
Teori perkembangan piaget merupakan teori konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka.
Menurut piaget setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tahap perkembangan kognitif yaitu sebagai berikut :
a.         Tahap Sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pada tahap ini terbentuknya konsep “kepermanenan objek” dan kemajuan dari perilaku yang refleksif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan.
a.       Tahap Pra Operasional (2 – 7 tahun)
Pada tahap ini perkembangan kemampuan menggunakan simbol untuk menyatakan objek – objek dunia. Pemikiran anak pada tahap ini masih egosentris dan sentrasi.
b.      Tahap Operasi Konkret (7 – 11 tahun)
Pada tahap ini dinyatakan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada peristiwa-peristiwa yang langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak maupun hipotesis.
c.       Tahap Operasi Formal (11 tahun – dewasa)
Pada tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif  secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu  bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung, dan menarik kesimpulan dan informasi yang tersedia. Masalah–masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematik.
Kecepatan perkembangan tiap individu melalui urutan tiap tahap ini,  berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap diatas. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yag memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks.
KETERKAITAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN TEORI BRUNNER DAN PIAGET PADA PERSAMAAN GARIS LURUS
Persamaan garis lurus merupakan salah satu materi yang dipelajari siswa SMP kelas VII. Dalam persamaan garis lurus hal yang dipelajari adalah bagaimana menentukan gradien suatu garis, menyusun persamaan suatu garis dengan satu atau dua titik yang diketahui, menentukan hubungan garis-garis yang sejajar dan tegak lurus satu sama lain. Dalam mempelajari ini, siswa mengalami kesulitan dalam memberikan makna terhadap gradien dan konstanta suatu garis lurus. Hal ini bisa dipahami karena memang sebelumnya persamaan garis hanya diajarkan secara analitik, pendekatan visual masih belum digunakan secara optimal dalam pembelajaran materi ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka akan dioptimalkan pendeketan visual dalam pengajaran persamaan garis lurus dengan menerapkan pendekatan kontekstual hal ini dikarenakan pada tahapan matematisasi horizontal yang menggunakan pendekatan pembeajaran kontekstual keberadaan multimedia (pendekatan visual) berperan penting. Hal ini dikarenakann multimedia memiliki potensi dan kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk membantu proses tersebut diantaranya;
1)      Membuat konsep yang abstrak menjadi kongkrit.
2)      Menampilkan animasi baik berupa gerakan maupun suara yang mengilustrasikan proses yang terjadi.
3)  Mampu memberikan keseragaman persepsi, karena media mampu dimanfaatkan untuk memfokuskan perhatian siswa.
4)  Mampu menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang kapan dan dimanapun.
5)      Mampu mengatasi keterbatasan waktu dan tempat belajar.
Dengan dioptimalkannya pendekatan visual melalui pendekatan kontekstual ini tentu adanya perantara dalam penggunaannya, dalam hal ini perantaranya adalah komputer. Feedback yang diberikan komputer baik dalam bentuk angka maupun grafik dan animasi bersifat sangat segera, ini merupakan suatu hal yang sulit diperoleh sebelumnya dengan tanpa menggunakan komputer. Inilah yang menyebabkan orang-orang berpikir mengapa pembelajaran berbantuan komputer kemungkinan besar akan dapat meningkatkan motivasi belajar dan pada gilirannya meningkatkan hasil belajar. Hal ini selaras dengan apa yang dikatan pada Jurnal Pendidikan Indonesia, pendekatan baru dalam pembelajaran matematika menggunakan apa yang disebut dengan pendekatan aturan 3 (the rule of three), yakni sedapat mungkin konsep-konsep matematika harus disajikan dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu analitik, numerik, dan visual. Tujuannya adalah agar konsep-konsep matematika bisa dilihat dari berbagai sudut dan dengan demikian memperbesar peluang konsep tersebut bisa dimengerti oleh siswa yang karakteristiknya bervariasi. Sebagai contoh adalah pembelajaran konsep gradien suatu garis lurus. Secara analitik, tentu saja gradien garis lurus yang melalui titik-titik (x1,y1) dan (x2,y2) adalah harga dari: 
Jika hanya ini yang disampaikan ke siswa, maka mereka akan menghafal saja rumus tersebut. Tetapi, jika gradien juga disajikan secara visual, maka kemungkinan besar rumus tersebut akan dapat dimengerti dengan lebih baik oleh lebih banyak siswa. Demikian juga halnya dengan konsep kesejajaran, ketegaklurusan, dan keberpotongan antara dua garis lurus akan lebih mudah dimengerti jika disajikan secara visual. Piaget mengungkapkan bahwa usia siswa SMP masih berada dalam tahapan operasional formal. Namun demikian, meski pada usia tersebut siswa sudah mampu berfikir logis tanpa kehadiran benda kongkrit, akan tetapi kemampuan siswa untuk berfikir abstrak masih belum berkembang dengan baik, sehingga dalam beberapa hal kehadiran peraga atau media belajar lainnya masih dibutuhkan. Oleh karena itu untuk mengajarkan materi persamaan garis lurus ini guru akan menggunakan media pembelajaran berupa aplikasi Geogebra. Hal ini dikarenakan geogebra merupakan program komputer yang kini tersedia secara luas dan gratis di internet.
 
Dari gambar tersebut dapat dihitung kemiringan dari AB dengan cara membagi perubahan titik secara vertikal dengan perubahan titik secara horizontal.









Selanjutnya untuk melihat apakah di titik yang berbeda pada garis tersebut akan diperoleh nilai kemiringan yang sama, dapat dibuatkan sebuah titik baru di garis tersebut misalnya titik (0,3)  maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa kemiringannya adalah tetap. Nilai kemiringan inilah yang disebut gradien. Apabila kita tinjau dari teori brunner, pembelajaran menggunakan visual ini sangat cocok diterapkan dalam memahami konsep gradien. Dimana menurut brunner ada tiga tahap pembelajaran, yaitu ;
1.      Tahap enactive
Pada tahap ini siswa dapat melihat bagaiman kemiringan garis yang ditentukan oleh gradien.
2.      Tahap ikonik
Pada tahap ini, siswa telah dapat membayangkan bagaimana konsep dari gradien tersebut.
3.      Tahap symbolik
Pada tahap ini, siswa telah dapat menuliskan konsep gradien dengan menggunakan simbol-simbol matematika.


DAFTAR PUSTAKA

 

Ikhsanudin. (2010, Oktober). Belajar Geogebra. Dipetik November 2016, dari Blogspot: http://googebra.blogspot.co.id/2014/10/menentukan-gradien-sebuah-garis.html
MUTAQIN, H. Z. (2012, November 1). Artikel Pembelajaran Matematika. Dipetik Oktober 12, 2016, dari Blogspot: http://artikel-pembelajara.blogspot.co.id/2012/11/persamaan-garis-lurus.html?m=1
Ruseffendi, E. (1998). Dasar-Dasar Matematika Modern untuk Guru, Edisi Ketiga. Bandung: Tarsito.
Suweken, G. (2013). PENGINTEGRASIAN MEDIA PEMBELAJARAN VIRTUAL BERBASIS GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 6 SINGARAJA. Jurnal Pendidikan Indonesia , 2-4.


Rabu, 18 Januari 2017

Counter

Counter pada blog digunakan untuk menghitung jumlah pengunjung pada blog itu sendiri. Untuk mendapatkan counter secara gratis, bisa buka link : https://flagcounter.com/ lalu pilih 'get your flag counter'.
Lalu akan keluar tampilan seperti pada gambar ini
Isi email blog anda dan klik continue, setelah itu akan keluar tampilan
Salinlah code website counter pada draft HTML blog anda lalu akan tampil pengunjung blog anda seperti gambar berikut ini.
Flag Counter
www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com