Selasa, 10 Desember 2019

Resume Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), Lesson Study for Learning Community, dan Hubungan (keterkaitan)nya


Resume Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI),  Lesson Study for Learning Community, dan Hubungan (keterkaitan)nya

A.     Resume Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
a.     Pengertian PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia)
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real’ atau pernah dialami siswa, menekankan keterampilan proses ‘doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri ‘student inventing’ sebagai kebalikan dari ‘tacher telling’ dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari Realistik Mathematics Education (RME) karena menggunakan prinsip-prinsip dari RME itu sendiri. RME dikembangkan berlandaskan pernyataan Freudhenthal, yaitu bahwa matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia. Aktivitas disini seperti proses yang dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan guru. Penggunaan kata “realistik” berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berarti “untuk dibayangkan”. Dijelaskan juga bahwa masalah yang disebut “realistik” karena dapat dibayangkan (imagineable) atau nyata (real).

b.      Prinsip PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia)
Prinsip PMRI dalam pembelajaran RME terdapat tiga prinsip yang dapat dijadikan sebagai acuan penelitian untuk instructional design, yaitu :
1.    Penemuan terbimbing dan matematisasi progresif (guided reinvention and progressive mathematizing)
Melalui cara-cara penyelesaian masalah secara informal, siswa dengan sendirinya akan melakukan aktivitas penemuan kembali sifat-sifat atau teori-teori matematika yang sudah ada. Strategi informal siswa ini kemudian dibawa kedalam bentuk matematika formal. Pada kegiatan pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendorong atau mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
2.    Fenomenologi didaktik (didactical phenomenology)
Situasi atau fenomena mendidik yang dimengerti oleh siswa akan memudahkan siswa dalam melakukan langkah-langkah penyelesaiannya karena siswa merasa membutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Berdasarkan prinsip fenomenologi didaktik ini, pemilihan permasalahan kontekstual yang digunakan dalam pembelajaran PMRI didasarkan atas dua alasan, yaitu: 1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik harus diantisipasi dalam pembelajaran dan 2) mempertimbangkan kepantasan suatu permasalahan kontekstual digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses matematisasi progresif. Konsep matematika didapat dari proses menggeneralisasi dari penyelesaian masalah yang diberikan. Oleh karena itu, pada PMRI siswa mencoba mencapai dan merangkai penyelesaian masalah untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri.
3.    Model yang dikembangkan sendiri (self developed models)
Kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan bagi  siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari informal ke formal matematika. Siswa membuat atau menggunakan model dalam menyelesaikan masalah dengan suatu proses generalisasi dan formalisasi.

c.         Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia)
Lima karakteristik yang ada dalam Pendidikan Matematika Realistik Indonesia, yaitu :
1.    Penggunaan konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal (starting point) pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peragaatau situasi lain selama hal tersebut masih kontekstual / real dalampikiran siswa. Dengan menggunakan konteks, selain siswa dapat dilibatkan secara aktif untuk melakukan eksplorasi permasalahan tetapi juga dapat menumbuhkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika dan mengurangi kecemasan matematika atau mathematics anxiety.
2.    Penggunaan model matematisasi progresif
Model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Model dalam matematika realistik merupakan jembatan penghubung dari situasi/konteks menuju ketahap formal matematika melalui proses matematisasi. Secara sederhana, matematisasi artinya suatu proses untuk mematematikakan suatu fenomena (Wijaya,2012). Dikenal model yang serupa atau mirip dengan masalah nyatanya, yang disebut “model of” dan dikenal juga dengan model yang mengarah kepemikiran abstrak atau formal, yang disebut “model for
3.    Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih formal atau standar. Siswa bukanlah objek belajar melainkan subjek belajar. Dalam hal ini siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi mereka sendiri dalam pemecahan masalah sehingga diharapkan dapat diperoleh strategi yang bervariasi. Dari berbagai macam strategi yang digunakan siswa, siswa akan menyadari sendiri strategi mana yang paling efektif dalam memecahkan suatu masalah.
4.    Interaktivitas
Dalam pembelajaran jelas perlu sekali melaksanakan interaksi baik antar siswa dan siswa maupun antara siswa dan guru yang berperan sebagai fasilitator. Interaksi mungkin terjadi antara siswa dengan sarana atau antara siswa dengan matematika maupun lingkungan. Bentuk interaksi dapat berupa negosiasi secara eksplisit, intervensi, diskusi, memberikan penjelasan, komunikasi, kooperatif, dan evaluasi.
5.    Keterkaitan
Pendekatan  holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidakakan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah. PMRI menempatkan keterkaitan (intertwinement) antara konsep matematika sebagai hal penting yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran karena pada dasarnya konsep-konsep matematika tidak bersifat parsial, banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan.

d.        Model Pembelajaran PMRI
Untuk mendesaian suatu model pembelajaran berdasarkan teori PMRI, model tersebut harus mempresentasikan karakteristik PMRI baik yang tujuan, materi, metode, dan evaluasi.
1.    Tujuan
Dalam mendesain tujuan haruslah melingkupi tiga level tujuan dalam RME : lower level, middle level, and high level. Jika pada level awal lebih difokuskan pada ranah kognitif maka dua tujuan terakhir menekankan pada ranah afektif dan psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi, berkomunikasi, justifikasi, dan pembentukan sikap kritis siswa.
2.    Materi
Desain suatu open material atau materi terbuka yang disituasikan dalam realistas. Berangkat dari konteks yang berarti, keterkaitan antara garis pelajaran terhadap unit atau topik lain yang real secara original, dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram, dan situasi atau simbol yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap konteks biasanya terdiri dari rangkaian soal-soal yang menggiring siswa kepenemuan konsep matematika suatu topik.
3.    Aktivitas
Atur aktivitas siswa sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini mereka mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir, dan berkomunikasi tentang matematika. Peranan guru hanya sebatas fasilitator atau pembimbing, moderator, dan evaluator.
4.    Evaluasi
Materi evaluasi biasanya dibuat dalam bentuk open-ended question yang memancing siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam strategi atau beragam jawaban atau free productions. Evaluasi harus mencakup formatif atau saat pembelajaran berlangsung.

B.       Lesson Study for Learning Community (LSLC)
a.      Pengertian Lesson Study for Learning Community (LSLC)
Lesson study adalah model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning  untuk membangun komunitas belajar. Menurut sako (2014) lesson study merupakan suatu sistem kegiatan, lesson study  bukanlah sebuah metode, pendekatan, strategi, ataupun sebuah model pembelajaran melainkan sebuah sistem kegiatan.

b.      Kegiatan dalam Lesson Study for Learning Community (LSLC)
Dalam lesson study terdiri dari 4 tahap kegiatan, yaitu :
1.      Plan
Tahap plan merupakan tahap penyusunan rencana secara informatif dalam sistem kegiatan pembelajaran LSLC, dimana para guru saling membahas dan mendalami materi pelajarannya, saling mempelajari berbagai media pembelajaran ataupun alat peraga serta bagaimana cara menjalankan tahap kegiatan inti.
2.      Do
Tahap do merupakan tahap pelaksanaan dimana perangkat pembelajaran yang akan digunakan pada tahap ini ialah perangkat pembelajaran yang telah disusun bersama-sama oleh para guru ataupun dosen. Dimana salah satu guru ditunjuk menjadi guru/dosen model dan guru/dosen yang lain sebagai observer, dimana para observer mengamati setiap aktifitas yang dilakukan oleh siswa.
3.      See
Tahap see merupakan tahap dimana guru/dosen yang menjadi guru/dosen model bersama-sama dengan observer merefleksikan bagaiamana pembelajaran yang sudah dilaksanakan pada tahap do, guru/dosen model menyampaikan perasaan mereka ketika mengajar tadi lalu para observer menyampaikan hasil observasi mereka dimana para observer fokus pada kegiatan siswanya bukan pada cara guru mengajar.
4.      Redesign.
Tahap redesign merupakan tahap dimana para guru/dosen bersama-sama mendesign kembali perangkat pembelajaran apabila masih terdapat kekurangan pada saat pelaksanaan do sehingga perangkat pembelajaran yang didesain bersama menjadi lebih efektif dan baik.

c.       Langkah kegiatan dalam Lesson Study for Learning Community (LSLC).
Langkah-langkah kegiatan yang ada pada kegiatan lesson study adalah :
1.      Diadakan pertemuan dalam kelompok besar, dimana dosen/guru model mempresentasikan secara garis besar RPP yang telah disiapkan sebelumnya.
2.      Kelompok dibagi menjadi empat kelompok kecil. Kegiatan yang dilakukan masing-masing kelompok kecil adalah mengkritisi alur RPP dan dampak pada siswa, mengkritisi pengelolaan waktu dan kelas, mengkritisi jenis pertanyaan /penugasan yang digunakan, dan menyusun perangkat assessment.
3.      Peserta berkumpul kembali dalam kelompok besar untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok kecil dan sekaligus memberi masukkan pada dosen/guru model tentang RPP-nya.
4.      Secara bersama sama peserta meninjau kembali RPP menjadi RPP final yang siap dilaksanakan pada kegiatan “do”.
5.      Guru/dosen model mempresentasikan hasil RPP final untuk pengecekan terakhir.
6.      Peserta melakukan penyusunan lembar pengamatan.

C.  Keterkaitan antara PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia), Lesson Study for Learning Community (LSLC), dan Design Reseacrh.
Design Research merupakan suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan local intructional theory (LIT) yang dihasilkan dari kerja sama antara peneliti dan guru/dosen model agar menghasilkan kualitas pengajaran yang baik. Sebelum menghasilkan LIT yang baik, terlebih dahulu perlu dirancangnya hypothetical learning trajectory (HLT) yang merupakan suatu hipotesa (dugaan) dari masalah situasional yang kontekstual ke matematika formal dalam proses pembelajaran. Terdiri 3 komponen HLT, yaitu 1) tujuan pembelajaran, 2) aktivitas pembelajaran, dan 3) dugaan dalam proses pembelajaran. Dalam merancang HLT terkhususnya pada aktivitas pembelajaran dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. PMRI merupakan salah pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran.
PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan kehidupan sehari-hari atau dunia nyata untuk pengembangan ide dan konsep matematika dimana pengajar sebagai fasilitator belajar, mediator, dan evaluator, baik penilaian proses maupun penilaian produk. Namun faktanya pada pelaksanaan proses pembelajaran, guru masih kesulitan dalam menciptakan suasana kelas yang nyaman dan kondusif, hal ini dikarenakan masih ada beberapa siswa yang tidak aktif dan menggantungkan hasil jawabannya dengan teman yang lain.
Proses diskusi didalam kelas masih didominan oleh kelompok pandai, sedangkan untuk kelompok yang kurang pandai cenderung pasif pada proses diskusi. Dalam pembelajaran seharusnya seluruh siswa dapat memahami materi yang diberikan oleh guru tanpa ada siswa di kelas yang merasa bingung, merasa rendah diri, sehingga hak belajar siswa dapat terjamin dan hal tersebut merupakan tujuan dari learning community. Penerapan learning community siswa dalam proses pembelajaran dapat dikondisikan sebagai berikut :
1.    Setiap siswa yang masih belum memahami materi wajib bertanya kepada teman yang lebih memahamitanpa harus malu.
2.    Setiap siswa yang sudah memahami materi wajib menjelaskan kepada teman yang belum paham apabila teman yang belum paham tersebut meminta bantuan.
3.    Apabila siswa yang belum paham bertanya kepada guru, maka tugas guru adalah menyuruh siswa tersebut bertanya kepada teman yang sudah paham atau sudah mengerti dengan materi.
Dari uraian diatas LSLC merupakan sistem yang dapat diterapkan untuk mendukung suatu proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI.

0 komentar:

Posting Komentar

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com