Resume Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), Lesson
Study for Learning Community, dan Hubungan (keterkaitan)nya
A. Resume Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI)
a. Pengertian PMRI (Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia)
Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal
yang ‘real’ atau pernah dialami
siswa, menekankan keterampilan proses ‘doing
mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman
sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri ‘student inventing’ sebagai kebalikan dari ‘tacher telling’ dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk
menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari Realistik Mathematics Education (RME)
karena menggunakan prinsip-prinsip dari RME itu sendiri. RME dikembangkan
berlandaskan pernyataan Freudhenthal, yaitu bahwa matematika merupakan suatu
bentuk aktivitas manusia. Aktivitas disini seperti proses yang dilakukan siswa
secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan
guru. Penggunaan kata “realistik” berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren”
yang berarti “untuk dibayangkan”. Dijelaskan juga bahwa masalah yang disebut
“realistik” karena dapat dibayangkan (imagineable) atau nyata (real).
b. Prinsip PMRI (Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia)
Prinsip PMRI dalam pembelajaran RME
terdapat tiga prinsip yang dapat dijadikan sebagai acuan penelitian untuk
instructional design, yaitu :
1.
Penemuan terbimbing dan matematisasi progresif
(guided reinvention and progressive
mathematizing)
Melalui
cara-cara penyelesaian masalah secara informal, siswa dengan sendirinya akan
melakukan aktivitas penemuan kembali sifat-sifat atau teori-teori matematika
yang sudah ada. Strategi informal siswa ini kemudian dibawa kedalam bentuk
matematika formal. Pada kegiatan pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk
mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara mendorong atau mengaktifkan siswa dalam proses
pembelajaran sehingga siswa dapat membangun sendiri pengetahuan yang akan
diperolehnya.
2.
Fenomenologi didaktik (didactical phenomenology)
Situasi atau fenomena
mendidik yang dimengerti oleh siswa akan memudahkan siswa dalam melakukan langkah-langkah
penyelesaiannya karena siswa merasa membutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Berdasarkan prinsip fenomenologi didaktik ini, pemilihan permasalahan
kontekstual yang digunakan dalam pembelajaran PMRI didasarkan atas dua alasan, yaitu:
1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik harus diantisipasi dalam
pembelajaran dan 2) mempertimbangkan kepantasan suatu permasalahan kontekstual digunakan
sebagai poin-poin untuk suatu proses matematisasi progresif. Konsep matematika didapat
dari proses menggeneralisasi dari penyelesaian masalah yang diberikan. Oleh karena
itu, pada PMRI siswa mencoba mencapai dan merangkai penyelesaian masalah untuk membentuk
pengetahuan mereka sendiri.
3.
Model yang dikembangkan sendiri (self developed models)
Kegiatan ini
berperan sebagai jembatan antara pengetahuan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak
atau dari informal ke formal matematika. Siswa membuat atau menggunakan model
dalam menyelesaikan masalah dengan suatu proses generalisasi dan formalisasi.
c.
Karakteristik
PMRI (Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia)
Lima karakteristik yang
ada dalam Pendidikan Matematika Realistik Indonesia, yaitu :
1. Penggunaan
konteks
Konteks
atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal (starting point) pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa
masalah nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peragaatau
situasi lain selama hal tersebut masih kontekstual / real dalampikiran siswa.
Dengan menggunakan konteks, selain siswa dapat dilibatkan secara aktif untuk
melakukan eksplorasi permasalahan tetapi juga dapat menumbuhkan motivasi dan
ketertarikan siswa dalam belajar matematika dan mengurangi kecemasan matematika
atau mathematics anxiety.
2. Penggunaan
model matematisasi progresif
Model
digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Model dalam matematika
realistik merupakan jembatan penghubung dari situasi/konteks menuju ketahap
formal matematika melalui proses matematisasi. Secara sederhana, matematisasi
artinya suatu proses untuk mematematikakan suatu fenomena (Wijaya,2012).
Dikenal model yang serupa atau mirip dengan masalah nyatanya, yang disebut “model of” dan dikenal juga dengan model
yang mengarah kepemikiran abstrak atau formal, yang disebut “model for”
3. Pemanfaatan
hasil konstruksi siswa
Kontribusi
yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi siswa
sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih
formal atau standar. Siswa bukanlah objek belajar melainkan subjek belajar.
Dalam hal ini siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi mereka
sendiri dalam pemecahan masalah sehingga diharapkan dapat diperoleh strategi
yang bervariasi. Dari berbagai macam strategi yang digunakan siswa, siswa akan
menyadari sendiri strategi mana yang paling efektif dalam memecahkan suatu
masalah.
4. Interaktivitas
Dalam
pembelajaran jelas perlu sekali melaksanakan interaksi baik antar siswa dan
siswa maupun antara siswa dan guru yang berperan sebagai fasilitator. Interaksi
mungkin terjadi antara siswa dengan sarana atau antara siswa dengan matematika maupun
lingkungan. Bentuk interaksi dapat berupa negosiasi secara eksplisit, intervensi,
diskusi, memberikan penjelasan, komunikasi, kooperatif, dan evaluasi.
5. Keterkaitan
Pendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar
tidakakan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan keterintegrasian
harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah. PMRI menempatkan keterkaitan (intertwinement) antara konsep matematika
sebagai hal penting yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran karena pada
dasarnya konsep-konsep matematika tidak bersifat parsial, banyak konsep matematika
yang memiliki keterkaitan.
d.
Model
Pembelajaran PMRI
Untuk
mendesaian suatu model pembelajaran berdasarkan teori PMRI, model tersebut
harus mempresentasikan karakteristik PMRI baik yang tujuan, materi, metode, dan
evaluasi.
1. Tujuan
Dalam
mendesain tujuan haruslah melingkupi tiga level tujuan dalam RME : lower level, middle level, and high level.
Jika pada level awal lebih difokuskan pada ranah kognitif maka dua tujuan
terakhir menekankan pada ranah afektif dan psikomotorik seperti kemampuan
berargumentasi, berkomunikasi, justifikasi, dan pembentukan sikap kritis siswa.
2. Materi
Desain
suatu open material atau materi
terbuka yang disituasikan dalam realistas. Berangkat
dari konteks yang berarti, keterkaitan antara garis pelajaran terhadap unit
atau topik lain yang real secara original, dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram, dan situasi atau simbol
yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap konteks biasanya terdiri dari rangkaian soal-soal yang
menggiring siswa kepenemuan konsep matematika suatu topik.
3. Aktivitas
Atur
aktivitas siswa sehingga mereka dapat berinteraksi
sesamanya, diskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini mereka
mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir, dan berkomunikasi tentang
matematika. Peranan guru hanya sebatas fasilitator atau pembimbing, moderator,
dan evaluator.
4. Evaluasi
Materi
evaluasi biasanya dibuat dalam bentuk open-ended
question yang memancing siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan
beragam strategi atau beragam jawaban atau free productions. Evaluasi harus
mencakup formatif atau saat pembelajaran berlangsung.
B.
Lesson Study for Learning Community (LSLC)
a.
Pengertian
Lesson Study for Learning Community
(LSLC)
Lesson study adalah
model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran
secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan
mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Menurut
sako (2014) lesson study merupakan
suatu sistem kegiatan, lesson study bukanlah sebuah metode, pendekatan, strategi,
ataupun sebuah model pembelajaran melainkan sebuah sistem kegiatan.
b.
Kegiatan
dalam Lesson Study for Learning Community
(LSLC)
Dalam lesson study terdiri dari 4 tahap
kegiatan, yaitu :
1. Plan
Tahap
plan merupakan tahap penyusunan
rencana secara informatif dalam sistem kegiatan pembelajaran LSLC, dimana para
guru saling membahas dan mendalami materi pelajarannya, saling mempelajari
berbagai media pembelajaran ataupun alat peraga serta bagaimana cara
menjalankan tahap kegiatan inti.
2. Do
Tahap do merupakan tahap pelaksanaan dimana
perangkat pembelajaran yang akan digunakan pada tahap ini ialah perangkat
pembelajaran yang telah disusun bersama-sama oleh para guru ataupun dosen.
Dimana salah satu guru ditunjuk menjadi guru/dosen model dan guru/dosen yang
lain sebagai observer, dimana para observer mengamati setiap aktifitas yang
dilakukan oleh siswa.
3. See
Tahap
see merupakan tahap dimana guru/dosen
yang menjadi guru/dosen model bersama-sama dengan observer merefleksikan
bagaiamana pembelajaran yang sudah dilaksanakan pada tahap do, guru/dosen model menyampaikan perasaan mereka ketika mengajar
tadi lalu para observer menyampaikan hasil observasi mereka dimana para
observer fokus pada kegiatan siswanya bukan pada cara guru mengajar.
4. Redesign.
Tahap
redesign merupakan tahap dimana para
guru/dosen bersama-sama mendesign kembali perangkat pembelajaran apabila masih
terdapat kekurangan pada saat pelaksanaan do
sehingga perangkat pembelajaran yang didesain bersama menjadi lebih efektif dan
baik.
c.
Langkah
kegiatan dalam Lesson Study for Learning
Community (LSLC).
Langkah-langkah
kegiatan yang ada pada kegiatan lesson
study adalah :
1. Diadakan
pertemuan dalam kelompok besar, dimana dosen/guru model mempresentasikan secara
garis besar RPP yang telah disiapkan sebelumnya.
2. Kelompok
dibagi menjadi empat kelompok kecil. Kegiatan yang dilakukan masing-masing
kelompok kecil adalah mengkritisi alur RPP dan dampak pada siswa, mengkritisi
pengelolaan waktu dan kelas, mengkritisi jenis pertanyaan /penugasan yang
digunakan, dan menyusun perangkat assessment.
3. Peserta
berkumpul kembali dalam kelompok besar untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompok kecil dan sekaligus memberi masukkan pada dosen/guru model tentang
RPP-nya.
4. Secara
bersama sama peserta meninjau kembali RPP menjadi RPP final yang siap
dilaksanakan pada kegiatan “do”.
5. Guru/dosen
model mempresentasikan hasil RPP final untuk pengecekan terakhir.
6. Peserta
melakukan penyusunan lembar pengamatan.
C. Keterkaitan antara PMRI (Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia), Lesson
Study for Learning Community (LSLC), dan Design Reseacrh.
Design Research merupakan suatu metode penelitian
yang bertujuan untuk mengembangkan local
intructional theory (LIT) yang dihasilkan dari kerja sama antara peneliti
dan guru/dosen model agar menghasilkan kualitas pengajaran yang baik. Sebelum
menghasilkan LIT yang baik, terlebih dahulu perlu dirancangnya hypothetical learning trajectory (HLT)
yang merupakan suatu hipotesa (dugaan) dari masalah situasional yang
kontekstual ke matematika formal dalam proses pembelajaran. Terdiri 3 komponen
HLT, yaitu 1) tujuan pembelajaran, 2) aktivitas pembelajaran, dan 3) dugaan
dalam proses pembelajaran. Dalam merancang HLT terkhususnya pada aktivitas
pembelajaran dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. PMRI merupakan salah pendekatan yang dapat
digunakan dalam pembelajaran.
PMRI
merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan kehidupan
sehari-hari atau dunia nyata untuk pengembangan ide dan konsep matematika
dimana pengajar sebagai fasilitator belajar, mediator, dan evaluator, baik
penilaian proses maupun penilaian produk. Namun faktanya pada pelaksanaan
proses pembelajaran, guru masih kesulitan dalam menciptakan suasana kelas yang
nyaman dan kondusif, hal ini dikarenakan masih ada beberapa siswa yang tidak
aktif dan menggantungkan hasil jawabannya dengan teman yang lain.
Proses
diskusi didalam kelas masih didominan oleh kelompok pandai, sedangkan untuk
kelompok yang kurang pandai cenderung pasif pada proses diskusi. Dalam
pembelajaran seharusnya seluruh siswa dapat memahami materi yang diberikan oleh
guru tanpa ada siswa di kelas yang merasa bingung, merasa rendah diri, sehingga
hak belajar siswa dapat terjamin dan hal tersebut merupakan tujuan dari learning community. Penerapan learning community siswa dalam proses
pembelajaran dapat dikondisikan sebagai berikut :
1.
Setiap siswa yang masih belum memahami materi wajib
bertanya kepada teman yang lebih memahamitanpa harus malu.
2.
Setiap siswa yang sudah memahami materi wajib
menjelaskan kepada teman yang belum paham apabila teman yang belum paham
tersebut meminta bantuan.
3.
Apabila siswa yang belum paham bertanya kepada guru,
maka tugas guru adalah menyuruh siswa tersebut bertanya kepada teman yang sudah
paham atau sudah mengerti dengan materi.
Dari uraian diatas LSLC merupakan sistem yang dapat
diterapkan untuk mendukung suatu proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI.
0 komentar:
Posting Komentar